Rabu, 10 Juni 2015

Notes dari Facebook Tante qia

Berikut ceritanya:

"Saya pernah berdoa yang tak biasa, Pak," kata Bu Kus membuka sesi
pertanyaan.
"Apa itu, Bu Kus?" tanya Pak Suherman Rosyidi, Sang Ustadz.
"Suatu kali saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya isteri yang selalu
terlihat cantik di mata suami."
"Doa yang bagus, dong," sergah Pak Ustadz, "lalu apa yang terjadi?"
"Ya, memang bagus, Pak Herman. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai
ditumbuhi jerawat yang saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak.
Beberapa hari kemudian malah memenuhi seluruh wajah. Saya jadi
kebingungan. Akhirnya mau tidak mau saya harus menjalani perawatan
kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu hal yang tidak pernah
saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk membersihkan jerawat
di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu saja
mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih
cantik."

"Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?"
"Ya, sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak."
"Maksudnya gimana?"
"Saya juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain."
"Apa itu?"
"Saya berdoa agar Allah menjadikan saya isteri yang setia pada suami."
"Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?"
"Esok harinya, suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat
di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau harus menungguinya selama
terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua seperti ujian bagi
saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia pada suami
apa tidak. Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya panjatkan
sebelumnya."

"Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?"
"Ya, sih, Pak."
"Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu apa?"
"Bukan pertanyaan, Pak."
"Lalu apa?"
"Sekarang ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?"
***
"Apakah Tuhan memberikan apa yang engkau harap dengan mengantarkannya
dalam bungkusan yang indah?"
Neno Warisman pernah bertanya demikian pada sebuah acara di televisi,
mengutip pernyataan seorang pakar yang aku lupa namanya.

"Tidak!" lanjut Neno. "Tuhan tidak mengantarkan apa yang engkau minta
dalam sebuah bungkusan yang menarik lagi indah. Bahkan Ia
mengantarkannya dalam bungkusan yang jelek, ruwet, carut-marut, dan
kelihatannya sukar untuk dibuka.

Pertanyaannya adalah: mengapa?"
"Itu tidak lain karena Ia ingin melihat bagaimana engkau membuka
bungkusan itu dengan penuh kesabaran, telaten, bersusah-payah lapis demi
lapis, sedikit demi sedikit, terus, terus, dan terus. Tak pernah
berhenti apalagi berpaling. Hingga pada akhirnya bungkus terakhir
terbuka dan engkau mendapatkan sesuatu yang engkau harapkan ada di
dalamnya."

Bukankah Allah pasti akan mengabulkan apa yang hamba-Nya pinta? Kuncinya
kalau begitu adalah: jangan pernah berhenti memuja. Jangan pernah
berhenti berharap.

Allah Tidak Tidur.
Allah Maha Mengetahui.
Allah Maha Mendengar.
Dia Maha Rahman dan Rahim.
Sungguh tak ada yang sepatutnya kita lakukan kecuali selalu berprasangka baik pada setiap pemberian-Nya. Entah nikmat, entah musibah. Karena musibah pun mungkin hanyalah bungkus belaka; yang selayaknya kita yakini bahwa itu semua hanya karena. Ia ingin melihat kita membukanya dengan sepenuh cinta....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar